Gelar Flashmob, PKS Indramayu Tolak Kenaikan Harga BBM Bersubsidi
INDRAMAYU – Kader dan simpatisan DPD PKS Indramayu turut menyuarakan penolakan terhadap kebijakan pemerintah yang menaikan harga BBM bersubsidi. Hal itu mereka lakukan dengan menggelar aksi Flash Mob secara serentak di sejumlah titik di Kabupaten Indramayu, Sabtu (10/9/2022).
Dalam aksi flash mob itu, para peserta yang mengenakan baju warna putih dan oranye tersebut, berdiri berjejer di pinggir jalan di tengah keramaian. Mereka membentangkan poster dan spanduk berisi tuntutan penolakan kenaikan harga BBM bersubsidi.
Menurut Ketua DPD PKS Indramayu, Ruswa, mengatakan, aksi flashmob itu dilaksanakan di enam titik di Kabupaten Indramayu.
Kegiatan itu menjadi bagian dari cara PKS dalam menyatakan sikap penolakan atas kebijakan pemerintah menaikan BNM bersubsidi.
''Ini akan membebani kehidupan masyarakat bawah, dimana dampak dari kenaikan BBM ini adalah ikut naiknya harga harga kebutuhan pokok masyarakat. Kami ikut prihatin atas kondisi tersebut,'' tukas Ruswa.
Ruswa berharap, pemerintah bisa mencabut kebijakan kenaikan harga BBM. Dia mengungkapkan, kenaikan harga BBM berdampak pada berbagai bidang lainnya.
''PKS menolak kenaikan harga BBM bersubsidi, Jljangan bikin rakyat tambah sengsara,'' tegas Ruswa.
Sementara itu, enam titik lokasi yang dijadikan aksi flash mob tersebut adalah di Bunderan Kijang - Bunderan Perahu wilayah kota Indramayu, bunderan lampu merah Karangampel - Pasar Karangampel, bunderan lampu merah Jatibarang, rel kereta Pasar Terisi, Pertigaan Karangsinom dan pertigaan Pasar Patrol.
Menurut Kordinator Aksi, Imamuddin Jamil, PKS akan senantiasa berada di tengah-tengah masyarakat. Hal itu merupakan bentuk konsistensi dari PKS terhadap kebijakan yang menyengsarakan rakyat.
''Kami menuntut keputusan pemerintah menaikkan harga BBM dibatalkan, dan pemerintah harus mengkaji ulang lagi. Karena, ini memicu kenaikan harga yang lain yang sangat kompleks,'' tukas Imamuddin.
Menurut Imamuddin, pemerintah tidak cukup alasan menaikkan harga BBM bersubsidi. Bahkan, dia menyebut, keputusan itu terkesan dipaksakan.
Imamuddin menyatakan, saat ini sebagian besar masyarakat di Indonesia belum pulih perekonomiannya usai di hantam badai pandemi covid-19 beberapa tahun lalu.
''Apalagi angka kenaikan yang diatas 30 persen dan dilakukan tiba-tiba membuat shock secara sosial maupun ekonomi bahkan politik,'' tandas Imamuddin. (Lilis Sri Handayani)