Membuka Peluang Berdaya Ekonomi di Negeri Sendiri Melalui Peri

Bisnis  
Sejumlah peserta mengikuti pelatihan membuat kue dalam program Peri di Kecamatan Sukagumiwang. (Lilis Sri Handayani/Republika)
Sejumlah peserta mengikuti pelatihan membuat kue dalam program Peri di Kecamatan Sukagumiwang. (Lilis Sri Handayani/Republika)

INDRAMAYU – Suara Ando terdengar lantang di tengah ruangan aula Kecamatan Sukagumiwang, Kabupaten Indramayu. Instruktur Mobile Training Unit (MTU) dari UPTD BLK Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Indramayu itu sedang menjelaskan langkah demi langkah membuat kue nastar.

Di hadapannya, ada 16 perempuan yang mendengarkan dengan seksama. Sambil duduk lesehan di atas lantai, mereka mengikuti perintah Ando untuk mencatat bahan-bahan yang dibutuhkan dalam membuat kue nastar. Resep tersebut terpampang di dinding aula melalui proyektor.

Setelah itu, dengan dibagi menjadi empat kelompok, para peserta mempraktekkan langsung pembuatan nastar, yang diisi dengan selai mangga gedong gincu, khas Indramayu. Karenanya, suara deru mixer (pengaduk bahan kue) dan suhu panas dari oven tangkring langsung mewarnai aula tersebut.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Aktivitas itu salah satunya dilakukan oleh Sari (33). Sejak 13 Juni 2022, dia menjadi peserta pelatihan membuat bakery, dalam kegiatan MTU yang digelar di aula kecamatan tersebut. Kegiatan itu merupakan bagian dari program Perempuan Berdikari (Peri), yang digagas Bupati Indramayu, Nina Agustina.

‘’Alhamdulillah, senang bisa ikut pelatihan membuat kue ini,’’ kata perempuan asal Desa Bondan, Kecamatan Sukagumiwang itu, Kamis (23/6).

Peri merupakan program pemberdayaan ekonomi yang diberikan kepada para perempuan purna pekerja migran Indonesia (PMI). Adapun bentuknya berupa pelatihan kewirausahaan, pendampingan, dan fasilitasi akses permodalan melalui perbankan.

Program Peri lahir dilatarbelakangi banyaknya masyarakat Indramayu, terutama perempuan, yang menjadi PMI ke luar negeri. Mereka bahkan berangkat berkali-kali demi mengejar ‘hujan emas’ di negeri orang. Dengan adanya program Peri, para perempuan purna PMI diharapkan bisa berdaya ekonomi di negeri sendiri sehingga tidak kembali bekerja ke luar negeri.

Seorang instruktur sedang memberikan pengarahan pada peserta pelatihan tata boga di Kecamatan Sukagumiwang. (Lilis Sri Handayani/Republika)
Seorang instruktur sedang memberikan pengarahan pada peserta pelatihan tata boga di Kecamatan Sukagumiwang. (Lilis Sri Handayani/Republika)

Seperti Sari, sebelumnya, dia pernah malang melintang sebagai pekerja migran Indonesia (PMI) di banyak negara selama belasan tahun. Dia mengawali pertarungan nasibnya sebagai PMI dengan bekerja di Arab Saudi selepas lulus sekolah menengah pertama (SMP), sekitar tahun 2005.

Setelah masa kontraknya berakhir dan kembali ke Tanah Air, tak banyak pilihan yang dimiliki Sari. Dengan bermodal ijazah SMP di tengah sempitnya lapangan pekerjaan di kampung halaman, tak banyak yang bisa dilakukannya untuk membantu perekonomian keluarga.

Untuk itu, Sari memutuskan kembali terbang dari satu negara ke negara lain sebagai PMI. Setelah Arab Saudi, dia menjadi PMI di Uni Emirat Arab, Mesir, Taiwan dan China.

Selama rentang waktu tersebut, Sari pun menikah dan memiliki seorang anak. Dia terpaksa meninggalkan anaknya saat masih berusia dua tahun untuk kembali terbang menjadi PMI. Namun, meski gaji besar diperolehnya, hari-harinya di negeri orang diisi dengan tangis rindu kepada sang buah hati. Dia tak bisa mendampingi tumbuh kembang anaknya, yang diasuh oleh mertuanya.

Sari baru kembali ke Tanah Air usai bekerja di China pada 2021, saat anak semata wayangnya hendak masuk ke sekolah dasar (SD).

Sejak pulang dari China sampai sekarang, Sari menjalani hari-harinya sebagai ibu rumah tangga. Meski senang bisa berkumpul bersama keluarga, namun dia tak bisa memperoleh penghasilan seperti dulu. Kilau dolar, riyal dan ringgit di negeri orang pun kerap menggoda di tengah ketiadaan pekerjaan di kampung halaman.

‘’Inginnya sih gak berangkat kerja ke luar (negeri) lagi, buka usaha di rumah saja, jualan kue, supaya bisa tetap dekat keluarga. Tapi kalau belajar sendiri membuat kue tuh susah,’’ kata Sari.

Sejak mengikuti pelatihan tersebut, Sari telah bertekad untuk membuka usaha pembuatan kue. Dia mengaku tak ingin lagi pergi bekerja ke luar negeri jika memang bisa memperoleh penghasilan di negeri sendiri.

Hal senada diungkapkan peserta pelatihan MTU lainnya, Susilawati (48). Dia pun sebelumnya telah melanglangbuana ke berbagai negara sebagai PMI. Selain ke beberapa negara di Timur Tengah, terakhir dia baru pulang dari Taiwan pada 2020 lalu.

‘’Tidak mau berangkat lagi, mau buka usaha saja. Makanya senang ada pelatihan membuat kue seperti ini,’’ tutur ibu tiga orang anak tersebut.

Dalam pelatihan tersebut, Ando yang menjadi instruktur berusaha untuk menghadirkan suasana yang menyenangkan agar peserta tidak merasa bosan. Beragam resep kue pun diajarkan dan dipraktekkan secara langsung selama 20 hari pelatihan. Seluruh bahan maupun alat pembuatan kue, disediakan oleh BLK Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Indramayu.

‘’Melalui program MTU ini, kami berikan pelatihan dengan jemput bola ke desa-desa. Kalau peserta yang datang ke BLK kan jauh, makanya kami yang datang,’’ terang Ando.

Tak hanya mengajarkan produksi, lanjut Ando, pihaknya juga memberikan pelatihan penjualan kue (selling product). Terutama penjualan melalui media sosial.

Selain ke Kecamatan Sukagumiwang, program MTU juga dilakukan di berbagai wilayah lainnya di Kabupaten Indramayu sejak 2021. Selain pelatihan bakery atau tata boga, ada juga pelatihan tata rias dan kecantikan, disesuaikan dengan potensi di wilayah setempat.

Peserta bekerja sama membuat kue dalam pelatihan program Peri di Kecamatan Sukagumiwang. (Lilis Sri Handayani/Republika)
Peserta bekerja sama membuat kue dalam pelatihan program Peri di Kecamatan Sukagumiwang. (Lilis Sri Handayani/Republika)

Bupati Indramayu, Nina Agustina, mengakui, Kabupaten Indramayu merupakan daerah kantong PMI di Provinsi Jawa Barat, bahkan nasional. Minat masyarakat Indramayu untuk bekerja ke luar negeri masih sangat tinggi.

Dalam kondisi normal sebelum terjadinya pandemi Covid-19, atau pada 2019, jumlah penempatan PMI asal Kabupaten Indramayu mencapai 21.678 orang, yang terdiri dari 2.673 laki-laki dan 19.005 perempuan. Jumlah yang hampir sama juga selalu terjadi setiap tahun sebelum pandemi, terutama pada 2016, 2017 dan 2018.

Pada 2020, dimana terjadi pandemi Covid-19 dan penutupan di sejumlah negara penempatan, membuat jumlah PMI asal Indramayu turun menjadi 5.287 orang, yang terdiri dari 1.016 laki-laki dan 4.271 perempuan. Begitu pula pada 2021, jumlah PMI asal Indramayu mencapai 3.618 orang, yang terdiri dari 565 laki-laki dan 3.053 perempuan.

Tingginya jumlah PMI itu otomatis menambah jumlah para purna PMI setiap tahunnya, terutama perempuan purna PMI. Seperti di Kecamatan Sukagumiwang contohnya, pada 2021, tercatat ada 795 orang warganya yang menjadi PMI. Sedangkan di tahun yang sama, purna PMI-nya mencapai 2.103 orang.

Untuk itu, hal tersebut harus diimbangi dengan upaya pelatihan kewirausahaan terhadap para perempuan purna PMI. Diharapkan, mereka mampu berdikari melalui pemberdayaan ekonomi.

‘’Pemkab Indramayu berharap bahwa tidak selamanya perempuan Indramayu harus bekerja di luar negeri. Ketika sudah memperoleh penghasilan yang cukup, kiranya agar dikelola secara mandiri di negeri sendiri,’’ tukas Nina.

Program Peri pun telah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2021-2026. Program itu menargetkan pemberian pelatihan kewirausahaan bagi 6.340 orang perempuan purna PMI yang tersebar di 317 desa di 31 kecamatan di Kabupaten Indramayu.

Pada 2021, pelatihan telah dilaksanakan di 12 desa. Yakni, Desa Pranti, Kecamatan Kandanghaur, Desa Bogor, Kecamatan Sukra, Desa Tanjungkerta, Kecamatan Kroya, Desa Situraja, Kecamatan Gantar, Desa Tunggul Payung, Kecamatan Lelea, Desa Krimun, Kecamatan Losarang, Desa Sudimampir, Kecamatan Balongan, Desa Sekar Mulya, Kecamatan Tukdana, Desa Krasak, Kecamatan Jatibarang, Desa Kongsijaya, Kecamatan Widasari, Desa Pabean Ilir, Kecamatan Pasekan dan Desa Cantigi Kulon, Kecamatan Cantigi.

Tak hanya pelatihan, bantuan permodalan juga dikucurkan. Sampai dengan Februari 2022, sudah dua desa yang dapat direalisasikan fasiitasi bantuan permodalan bagi peserta pelatihan Peri. Yakni, Desa Pabean Ilir dan Desa Cantigi Kulon.

Bantuan permodalan itu diberikan oleh Bank Jabar Banten (BJB). Masing masing mendapatkan pinjaman modal sekitar Rp 5 juta.

‘’Untuk tahun 2022, ada 32 desa yang akan mendapatkan sentuhan program Peri. Salah satunya di Kecamatan Sukagumiwang,’’ kata Kepala Disnaker Kabupaten Indramayu, Erpin Marpinda.

Dengan satu paket pelatihan kewirausahaan/20 orang peserta per desa, maka diharapkan pada empat tahun kedepan akan tercipta 6.340 wirausahawan baru dari para perempuan purna PMI. Dengan memiliki usaha sendiri, mereka diharapkan bisa berdaya secara ekonomi di negeri sendiri dan tidak perlu mengejar ‘hujan emas’ di negeri orang. (Lilis Sri Handayani)

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image