Babarit, Tradisi Yang Menjadi Ciri Milangkala Kuningan
KUNINGAN -- Titis nitis mawa lantis, tina keclak ngajadi cikaracak, nu sumerep making lemah, maseuhan tanah kaheman. Laju ngaburial cinyusu di saban madhab, papat madhab kalima tunggal ngawangun talaga wening, nu ngeclak lir cahaya inten. Cikahuripan pigeusaneun hirup hurip. Hurip nagri waras abdi Curr ! Bismilllahirrohmanirrahim.
Narasi dari juru kawih itu mengalun diiringi gamelan dan kacapi suling, diselingi dengan musik tarawangsa dan dipadukan dengan tarian empat penari tari kendi air.
Semua itu menghadirkan kesakralan dalam pelaksanaan Babarit, yang menjadi rangkaian perayaan Milangkala (ulang tahun) ke-524 Kuningan, di depan Pendopo Kabupaten Kuningan, Ahad (28/8/2022).
Tradisi Babarit selama ini menjadi ciri dalam milangkala desa di Kabupaten Kuningan. Babarit juga dilakukan dalam Milangkala Kabupaten Kuningan. Tradisi Babarit sarat dengan nilai filosofi sebagai wujud syukur, menjaga alam, indahnya berbagi dan mendokan para leluhur.
Adapun prosesinya, seperti menyatukan air dari empat penjuru mata air kabuyutan. Yakni, penjuru barat : mata air Cihulu Kuningan - Kelurahan Winduherang - Cigugur. Penjuru Utara : dari Cikahuripan - Kahiyangan Indapatra - Cilimus.
Penjuru timur : Kabuyutan Indrakila - Karangkencana. Sedangkan penjuru selatan : Kabuyutan Jamberama - Selajambe.
Selain itu, disiapkan lima tumpeng, sebagai simbol. Yaitu, satu Tumpeng Indung dan empat Tumpeng yang merupakan kiriman dari empat penjuru lembur. Tumpeng itu dibagikan oleh bupati Kuningan kepada warga yang turut hadir.
Usai juru kawih melantunkan narasinya, Bupati Kuningan, Acep Purnama pun menyipratkan air dari gentong ke empat madhob. Selanjunya, penari mengambil air dari baki yang diisi mayang jambe untuk diserahkan ke Bupati untuk menyipratkan air. Suasana pun semakin riang bagi yang kena cipratan air.
Setelah itu, murak tumpeng, yang dilakukan Bupati bersama Wakil Bupati Kuningan, M Ridho Suganda. Yakni, dengan membagikan nasi tumpeng pada Tobas, kepada ketua DPRD, Dandim 0615, kapolres Kuningan, kepala Kejaksaan Negeri, ketua Pengadilan Negeri, ketua Pengadilan Agama dan Sekda Kuningan, Dian Rachmat Yanuar.
Diteruskan dengan murak dan berbagi tumpeng kepada warga yang menghadiri tradisi Babarit. Suasana pun berubah menjadi ramai saling menunggu untuk kebagian Tobas.
Ribuan masyarakat Kuningan tumpah ruah menyaksikan tradisi Babarit tersebut. Mereka antusias dan menilai kegiatan itu bukan hanya menjadi tontonan melainkan juga tuntunan.
‘’Tradisi ini menunjukkan bagaimana indahnya kebersamaan, kita bisa berbaur dan memiliki kepedulian akan sumber mata air,’’ tutur warga Desa Kertawangunan, Agus.
Bupati Kuningan, Acep Purnama, menuturkan, Babarit merupakan bagian dari wujud syukur kepada Allah SWT yang Maha Kuasa dan Maha Agung atas nikmat yang telah diturunkan. Sekaligus mendoakan para pendahulu/karuhun yang telah pulang ke Rahmatullah.
‘’Hana nguni hana mangke, tan hana nguni tan hana mangke (ada dahulu ada sekarang, tak ada dahulu tak ada pula sekarang),’’ tutur Acep.
Acep menambahkan, Babarit memiliki nilai filosofi, tradisi dan budaya untuk menjaga alam sekaligus memiliki kepekaan sosial.
‘’Semoga Kuningan senantiasa berada dalam lindungan Allah SWT, menjadi daerah yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur , daerah yang subur dan makmur, yang diiring dengan selalu bersyukur atas nikmat yang diterima,’’ tandas Acep. (Lilis Sri Handayani)