Bisnis

Harga BBM Naik, Bagaimana Nasib Pelaku UMKM Kerupuk Khas Indramayu

Seorang pekerja sedang menjemur kerupuk di Desa Kenanga, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu. (Lilis Sri Handayani)
Seorang pekerja sedang menjemur kerupuk di Desa Kenanga, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu. (Lilis Sri Handayani)

INDRAMAYU – Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) berdampak pada kelangsungan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Di sisi lain, pelaku usaha juga harus mempertimbangkan kemampuan daya beli masyarakat terhadap produk mereka.

Hal itu seperti yang dihadapi para pelaku UMKM kerupuk khas Indramayu di sentra Desa Kenanga, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu.

''Kenaikan harga BBM akan menaikkan harga bahan baku,'' ujar pengurus kerupuk ‘Padi Kapas’ di Desa Kenanga, Dody Setiawan, Selasa (5/9/2022).

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Dody menyebutkan, bahan baku utama dalam pembuatan kerupuk adalah tepung tapioka dan ikan. Khusus untuk ikan, sebanyak 60 persen dari total kebutuhan ikan selama ini diperoleh dari sentra nelayan Desa Karangsong, Kecamatan/Kabupaten Indramayu.

Sedangkan 40 persen sisanya, tambah Dody, diperoleh dari luar wilayah Kabupaten Indramayu. Kenaikan harga BBM secara otomatis akan menambah ongkos pengangkutan bahan baku ikan, terutama yang berasal dari luar Kabupaten Indramayu.

Selain itu, penambahan biaya transportasi juga akan terjadi saat pengangkutan produk kerupuk ke pasaran. Selama ini, kerupuk Padi Kapas dipasarkan ke berbagai daerah di Indonesia.

Dody mengakui, hingga kini belum bisa menentukan besaran kenaikan harga jual kerupuk guna mengimbangi naiknya harga bahan baku. Untuk menentukan hal itu, pihaknya biasa menggunakan hitungan per triwulan ataupun per semester.

Apalagi, pihaknya saat ini masih memiliki stok bahan baku yang dulu.

''Kita akan memperhitungkan semuanya dulu,'' tutur Dody.

Selain itu, lanjut Dody, dalam menentukan kenaikan besaran harga jual kerupuk, pihaknya pun tidak bisa hanya memperhitungkan modal yang dikeluarkan. Namun juga harus mempertimbangkan kemampuan daya beli masyarakat.

Tak hanya itu, tambah Dody, pihaknya juga akan memperhatikan upah karyawan. Pasalnya, kenaikan harga BBM akan membuat harga berbagai kebutuhan pokok masyarakat juga mengalami kenaikan.

‘’Kalau karyawan teriak-teriak sembakonya kurang bisa terbeli, maka kita otomatis menaikkan upah karyawan sedikit demi sedikit,’’ tukas Dody,

Ada sekitar 110 orang karyawan yang menggantungkan hidupnya dari usaha kerupuk Padi Kapas. Meski terdampak kenaikan harga BBM, namun pemilik kerupuk tersebut tidak akan melakukan pengurangan karyawan.

Tak hanya menaikkan harga bahan baku, tambah Dody, kenaikan harga BBM juga akan berdampak pada kelangkaan barang. Pasalnya, banyak spekulan yang kadang menahan barang karena mereka pun harus menghitung biaya operasionalnya terlebih dahulu.

''Dampaknya, ya akan terjadi pengurangan produksi kerupuk,'' tutur Dody.

Dalam kondisi normal, sebut Dody, produksi kerupuk di tempat usahanya mencapai rata-rata satu ton per hari. Namun jika terjadi pengurangan bahan baku, maka produksi juga akan mengalami pengurangan.

Dody menyatakan, meski dilanda kenaikan harga BBM, namun pihaknya optimis produksi kerupuk tetap terus berlanjut. Apalagi, pihaknya sebelumnya pernah mengalami situasi yang lebih sulit berupa pandemi Covid-19.

‘’Saat pandemi Covid-19, penjualan turun 40 persen. Kita optimis kali ini bisa tetap bertahan,’’ tukas Dody.

Seperti diketahui, Desa Kenanga, tepatnya di Blok Dukuh Kerupuk, selama ini menjadi sentra industri kerupuk khas Indramayu. Ada bermacam-macam kerupuk yang diproduksi di kampung tersebut. Selain kerupuk ikan, ada juga kerupuk udang, kerupuk bawang, kerupuk jengkol, kerupuk kulit ikan dan kerupuk lainnya.

Di daerah tersebut, ada banyak pengusaha kerupuk. Mereka sudah menjalankan usaha kerupuk itu sejak sekitar 1980. Setiap pengusaha kerupuk, memiliki jumlah pekerja yang beragam. Ada yang hanya dilakukan anggota keluarga sendiri, adapula yang memiliki lebih dari 100 pekerja. (Lilis Sri Handayani)