Kampung Batik AI Hadir di Cirebon, Padukan Teknologi dan Kearifan Lokal

CIREBON -- Kampung Batik AI kini hadir di Cirebon dan Bandung. Kehadirannya menjadi perpaduan antara penggunaan teknologi Artificial Intelligence (AI) dengan batik.
Kampung Batik AI hadir berkat kerja sama Asosiasi Perajin dan Pengusaha Batik Indonesia (APPBI), Yayasan Batik Jawa Barat (YBJB), serta Paguyuban Perajin dan Pengusaha Batik Cirebon (P3BC).
Ketua Umum APPBI, Komarudin Kudiya, mengatakan, kehadiran Kampung Batik AI merupakan respon strategis atas maraknya penggunaan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang berkembang pesat. Namun, teknologi itu masih belum terkoordinasi secara baik dalam ranah industri kreatif, khususnya kerajinan batik.
Dengan adanya Kampung Batik AI, maka teknologi bisa berjalan beriringan dengan pelestarian budaya yang lebih terarah.
“Kita tidak bisa menolak teknologi, tetapi kita harus memastikan bahwa teknologi memperkuat budaya, bukan menggantikannya. Kampung Batik AI adalah upaya terstruktur untuk menjadikan AI sebagai partner dalam melahirkan inovasi desain batik yang tetap berpijak pada nilai-nilai tradisional,” ujar Komarudin kepada Republika, belum lama ini.
“Para perajin batik dengan memiliki tacit experience dan tacit knowledge, akan lebih mampu menghadirkan batik tradisional yang semakin menarik,” tambah Komarudin.
Peluncuran Kampung Batik AI di Cirebon yang berlangsung di Panembahan, Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon, pada Rabu (4/6/2025) sore itu juga dibarengi dengan pelatihan kepada para pengrajin batik. Mereka diajarkan mulai dari pengenalan dasar tentang AI generatif, manfaat praktis bagi industri batik, kebutuhan perangkat teknologi seperti komputer dan notepad, hingga simulasi pembuatan desain motif batik secara digital.
Para peserta pun sangat antusias karena mereka bisa menyaksikan langsung bagaimana AI mampu menghasilkan variasi motif dengan cepat, iteratif, dan tetap bisa diarahkan oleh preferensi kreatif perajin batik tradisional.
Pada sesi penjelasan materi, ditunjukkan juga beberapa karya batik tulis yang bersumber dari desain AI yang sedang diselesaikan dengan proses batik tulis.
Namun demikian, esensi batik sebagai kriya berbasis kearifan lokal tetap dijaga secara ketat. Desain yang dihasilkan AI tidak langsung menjadi produk jadi.
Sebaliknya, desain tersebut harus diterjemahkan kembali dalam proses batik tulis dan cap secara manual, menggunakan malam (lilin panas) sebagai perintang warna. Proses itulah yang memastikan bahwa batik tetap mempertahankan karakter otentiknya.
“AI hanya alat bantu, bukan pengganti. Justru kita ingin AI ini memberdayakan perajin, membuka ruang eksplorasi yang lebih luas, tanpa kehilangan akar tradisi kita,” tegas Komarudin.
Salah seorang perajin batik dari Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon mengaku baru pertama kali mengenal AI. Ia langsung antusias karena AI ternyata sangat membantunya untuk mencari ide motif batik baru.
“Saya tidak menyangka bisa membuat puluhan motif hanya dalam waktu beberapa menit. Tapi yang paling saya senang, saya tetap harus membatik manual agar hasilnya tetap asli dan bernilai,” tuturnya.
Kegiatan itu juga diisi dengan presentasi hasil karya desain AI yang telah diinterpretasi ke dalam bentuk batik tulis. Visualisasi itu memperlihatkan bagaimana AI tidak menghapus nilai-nilai estetika tradisi, melainkan memperluasnya melalui bahasa visual digital yang adaptif.
Sebagai langkah lanjut, APPBI dan YBJB berencana menyelenggarakan Pameran Batik AI pada Agustus 2025 di Bandung. Agenda itu juga sekaligus menjadi ajang peluncuran bukuvo “Revolusi Batik AI” karya Komarudin, yang merangkum gagasan, proses, serta refleksi budaya dari hasil interaksi kreatif antara manusia dan teknologi dalam dunia perbatikan.
Dalam buku tersebut, dijelaskan pula bagaimana teknologi AI dapat menjadi katalis untuk regenerasi industri batik yang saat ini menghadapi tantangan serius dalam hal sumber daya manusia, stagnasi inovasi desain. Ditambah lagi adanya kompetisi dari produk tiruan bermotif batik yang diproduksi secara massal. (Lilis Sri Handayani)
