Tajug

15 Syaban: Makna atau Perayaan Khusus? (Bagian 1)

Umat Islam membaca surah Yasin pada malam Nisfu Syaban 15 Syaban. (Foto: Antara)
Umat Islam membaca surah Yasin pada malam Nisfu Syaban 15 Syaban. (Foto: Antara)

INDRAMAYU -- Ada tiga hal yang perlu dibahas dalam menangani pertanyaan terkait dengan 15 Syaban. Poin pertama, berkaitan dengan apakah malam ke-15 Syaban mempunyai makna khusus; yang kedua berkonsentrasi pada apakah Nabi SAW merayakan malam ini; dan yang ketiga membahas apakah ada tindakan khusus untuk merayakan malam ini atau permohonan khusus untuk memohon kepada Allah SWT.

Ketika hal ini beredar di dunia Islam, timbul kontroversi mengenai kebenaran perbuatan tersebut. Mayoritas ulama di Makkah dan Madinah saat itu, termasuk `Ata', Ibnu Abi Mulaykah, pengikut Malik, dan lain-lain, tidak menyetujui perbuatan tersebut, karena menganggapnya sebagai bid'ah dalam agama.

Namun, sebagian ulama masa kini berpendapat bahwa alasan diperingatinya malam ke-15 Syaban terutama untuk memperingati perubahan arah salat dari Yerusalem ke Makkah, bukan alasan lainnya. Namun tanggal perubahan ini belum diketahui secara pasti pada tanggal 15 Syaban; tanggal pasti terjadinya peristiwa ini juga kontroversial di kalangan ulama.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Lagi pula, memperingati peristiwa-peristiwa itu juga mempunyai hukum yang mengaturnya. Saya berpendapat tidak ada salahnya memperingati peristiwa istimewa ini selama tidak ada salahnya dan dilakukan demi Allah SWT.

Bagaimanapun, doa apa pun yang dipanjatkan seseorang, tidak boleh bertentangan dengan keyakinan dan aturan yang diperintahkan kepada kita untuk dipatuhi.

Infografis Amalan di Bulan Syaban - (Dok, Republika)
Infografis Amalan di Bulan Syaban - (Dok, Republika)

Apakah malam ke 15 Syaban mempunyai makna khusus?

Pertama, ada beberapa hadits yang menunjukkan bahwa malam ke 15 Syaban itu penting. Beberapa ulama mengklasifikasikan beberapa hadis ini sebagai hadis shahih. Di sisi lain, sebagian ulama lain menganggap mereka sebagai daif (lemah), namun mereka berpendapat bahwa hadis-hadis ini mungkin bisa ditindaklanjuti oleh orang yang ingin mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan tambahan ibadah.

Di antara hadits-hadits tersebut ada yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan At-Tabarani yang meriwayatkan bahwa Nabi (damai dan berkah besertanya) bersabda, “Allah SWT turun ke Surga yang paling rendah pada malam ke-15 Syaban dan mengampuni sekian banyak orang. orang yang jumlahnya lebih banyak daripada jumlah bulu domba Bani Kalb (suku yang mempunyai jumlah domba yang banyak).” Namun At-Tirmidzi mengatakan bahwa Imam Al-Bukhari menggolongkan hadits ini lemah.

Mengenai hal ini, juga diriwayatkan bahwa Aisyah, Bunda Orang Beriman, berkata: Nabi SAW mendirikan sholat malam pada suatu malam, dan ketika dia sedang sholat, dia sujud begitu lama sehingga saya mengira dia telah meninggal, tapi dia mengangkat kepalanya dan menyelesaikan sholat. Kemudian Dia SAW berkata, “Wahai Aisyah (atau wahai Humaira-begitu Nabi memanggilnya, pernahkah kamu berpikir bahwa Nabi SAW tidak akan memberikan hakmu padamu?”

Aku berkata, “Tidak, demi Allah, Rasulullah. Namun ketika kamu bersujud begitu lama, aku mengira kamu telah meninggal dunia.”

Nabi kemudian berkata, “Tahukah kamu malam apa ini?” Aku berkata, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.”

Beliau SAW berkata, “Ini adalah malam ke 15 Syaban. Allah SWT menghadapkan hamba-hamba-Nya pada tanggal 15 Syaban dan mengampuni orang yang memohon ampun kepada-Nya, memberikan rahmat kepada orang yang memintanya, dan menunda (menghukum atau mempertanggungjawabkan) orang-orang jahat.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Baihaqi atas wewenang Al-Ala bin Al-Harits salah seorang penerusnya (At-Tabi`un), yang artinya hadits ini adalah mursal (diriwayatkan oleh seorang penerus langsung atas wewenang Ibu orang-orang mukmin atau Nabi sendiri tanpa ada sahabat di antara mereka dalam rantai wartawan). Al-Baihaqi mengatakan ini adalah hadis mursal yang baik.

Ibnu Majah juga meriwayatkan dengan rantai wartawan yang lemah berdasarkan otoritas `Ali (ra dengan dia) bahwa Nabi (damai dan berkah besertanya) bersabda, “Ketika malam ke-15 Syaban tiba, lakukanlah Sholat Magrib. selama itu dan berpuasa keesokan harinya, karena Allah SWT turun setelah matahari terbenam pada malam itu ke Surga yang paling rendah dan berfirman, 'Adakah orang yang memohon ampun kepada-Ku dan Aku ampuni dia (atau dia)? Adakah orang yang membutuhkan, meminta kepada-Ku dan Aku mencukupi kebutuhannya. Apakah ada orang yang kesakitan dan meminta pertolongan-Ku dan Aku menolong dia (atau dia)? Disana ? Apakah disana ?’ sampai subuh.”

Berdasarkan hadis-hadis tersebut dan lain-lain, boleh dikatakan bahwa malam ke-15 Syaban mempunyai makna khusus. Faktanya, tidak ada kitab agama yang menentang hal ini, apalagi keutamaan bulan Syaban secara keseluruhan telah ditetapkan.

Usamah bin Zayd radhiyallahu 'anhu keduanya, diriwayatkan bahwa dia bertanya kepada Nabi (damai dan berkah besertanya), “Saya belum pernah melihat Anda menjalankan puasa tambahan di bulan apa pun (selain Ramadhan) sebagai yang kamu lakukan di bulan Syaban?”

Beliau SAW menjawab, “Ini adalah bulan yang biasa dilupakan orang antara Rajab dan Ramadhan, dan ini adalah bulan di mana amal manusia dipersembahkan kepada Allah, maka aku senang amalku diperlihatkan sementara aku saya sedang berpuasa.” (An-Nasa'i). (Bersambung 2) n Agus Yulianto