Tajug

Memahami Aspek Spiritual Ramadhan dan Puasa (Bagian-1)

Sejumlah umat muslim melaksanakan Shalat Jumat berjamaah di Pasar Tanah Abang, Jakarta, Jumat (15/3/2024). (Dok. Republika)
Sejumlah umat muslim melaksanakan Shalat Jumat berjamaah di Pasar Tanah Abang, Jakarta, Jumat (15/3/2024). (Dok. Republika)

INDRAMAYU -- "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa". (Quran 2: 183).

Allah memberikan banyak kesempatan kepada manusia untuk menyucikan hati dan membersihkan diri dari dosa. Kemurahan Tuhan meliputi mereka dalam setiap momen kehidupan mereka.

Dia mewujudkan rahmat-Nya dengan berbagai cara dan mengajak hamba-hamba-Nya untuk mengambil manfaat darinya. Dia merangkul orang-orang berdosa dengan pengampunan-Nya dan memberi mereka kesempatan lagi untuk meningkat ke tingkat pelayanan yang sesungguhnya.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Ramadhan adalah bulan yang berisi banyak sekali permata, perhiasan, dan barang berharga. Siapapun yang ingin mendapat untung besar hendaknya ia mencarinya di bulan ini.

Sesungguhnya, awal Ramadhan adalah rahmat Allah, pertengahannya adalah ampunan-Nya, dan akhir Ramadhan adalah keselamatan dari neraka. Untuk membersihkan hamba-hamba-Nya dan mengangkat mereka ke tingkat malaikat, Allah telah menetapkan puasa bagi umat Islam dan juga bagi umat sebelum umat Islam.

Ramadhan menghadirkan suasana surgawi tersendiri dan menghujani kita dengan keberkahan. Ramadhan adalah waktu bagi orang-orang beriman untuk memeriksa kerohanian dan kemajuan mereka dalam pengabdian.

Melalui kritik diri mereka menemukan kedalaman batin dan spiritual mereka dan ini mengarahkan mereka untuk melakukan upaya spiritual dan intelektual yang diperlukan untuk memperoleh nilai-nilai kemanusiaan yang sejati.

Kritik terhadap diri sendiri membantu umat Islam untuk melihat kesalahan masa lalu mereka dan memperbaikinya. Untuk pemurnian spiritual, orang harus mempertanyakan diri mereka sendiri dan membuat perubahan yang diperlukan dalam hidup mereka.

Nafs

Nafs (diri yang suka memerintah yang jahat) adalah pusat dari sifat-sifat seperti nafsu, kemarahan, niat jahat, dendam, kebencian, dan kejengkelan. Ada hubungan interaktif yang berkesinambungan antara roh dan tubuh. Kapan pun tubuh mengekspresikan ketundukannya kepada Tuhan melalui ibadah dan ketaatan, kebahagiaan dan kegembiraan besar meliputi jiwa.

Berbeda dengan hal ini, ketika seseorang menuruti hawa nafsunya dan menuruti kesenangan duniawi, hatinya menjadi sedih dan tidak puas. Allah berfirman dalam Alquran: "Dan (oleh) nafs manusia (diri jasmani) dan Dzat yang telah membentuknya dengan sempurna; dan Yang mengilhaminya dengan hati nurani tentang apa yang salah dan buruk baginya, dan apa yang baik dan baik baginya. Sungguh makmurlah orang yang menumbuhkannya dalam kesucian". (QS. 91: 7–9).

Manusia bisa saja terjerumus ke dalam jurang yang paling rendah karena menuruti hawa nafsunya, atau bisa naik ke kesempurnaan manusia melalui menjalani kehidupan rohani. Jika nafs tidak dilatih dan disucikan maka manusia akan terjerumus dalam dosa, kesalahan dan kekurangan.

Meskipun bersifat setan, nafs mempunyai potensi untuk mengangkat manusia ke tingkat malaikat bila disucikan dan menghadap Tuhan dalam ibadah dan doa serta berlindung kepada-Nya dari potensi keburukan yang ada di alam.

Dengan demikian, spiritualitas dan keinginan duniawi saling bertentangan dalam sifat manusia dan orang menjadi lebih spiritual ketika berpuasa. Karena nafs, manusia terus berjuang melawan sifat-sifat negatifnya dan mempertajam tekadnya. Ketika dimurnikan, nafs meninggalkan misi dasarnya yang mendorong manusia untuk berbuat jahat dan menjadi sumber perbuatan baik.

Ketika nafs melewati tahap-tahap pemurnian spiritual, tabir kegelapan dari sifat manusia hilang dan sinar spiritualitas mulai bersinar di segala sisi. Akan tetapi, jika ia tidak disucikan, maka kegelapan hawa nafsu akan menyerbu cakrawalanya, dan nafs akan rusak karena pengaruh nafsu duniawi. Ia menjadi begitu buta sehingga tidak bisa mengenali Tuhan dan manifestasi-Nya di alam semesta.

Tiga tingkatan puasa

Puasa mempunyai tiga tingkatan; tingkatan pertama adalah pantang makan, minum, dan seksual pada siang hari. Tingkatan kedua adalah orang-orang beriman memastikan seluruh organ tubuh mereka terbebas dari segala jenis dosa, dan tingkatan ketiga dari puasa adalah menjaga jiwa, pikiran dan hati, bersih dari segala pikiran dan perasaan yang dapat mengalihkan perhatian seseorang dari Tuhan. n Agus Yulianto

Sumber:

https://aboutislam.net/spirituality/spiritual-aspect-of-ramadan-and-fasting/