PBB Kota Cirebon 2024 Naik Gila-gilaan, Warga Gerudug Gedung Dewan
MATAPANTURA-REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Masyarakat Kota 'wali' Cirebon menggerudug gedung DPRD setempat. Mereka kecewan dan marah dengan kebijkan Pemkot Cirebon yang menaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga tigakali lipat dari nilai sebelumnya. Warga pun menuntut pemkot untuk menarik dan membatalkan kebijakan tersebut.
Untuk mewujudkan tuntutannya, warga yang tergabung dalam Paguyuban Pelangi Bhakti menggeruduk Gedung DPRD Kota Cirebon, Selasa (7/5/2024). Mereka pun melakukan audiensi dengan para anggota dewan.
Betempat di Griya Sawala Kantor DPRD Kota Cirebon Jl Siliwangi No 109 Kebonbaru Kecamatan Kejaksan, Kota Cirebon, mereka pun membacaan petisi dan tuntuannya disaksikan warga lain.
Dengan membentangkan spanduk penolakan yang ditandatangani warga, pembacaan petisi dilakukan oleh Hetta Mahendrati Latumeten selaku Sekertaris Paguyuban Pelangi dan Pelangi Bhakti Law Firm.
Setelah itu, dilakukan kegiatan rapat dengar pendapat bersama Pimpinan Badan Angaran Komisi II dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kota Cirebon.
Hadir dalam rapat dengar pendapat tersebut, Ruli Tri Lesmana sebagai Ketua DPRD Kota Cirebon, Moh Handarujati Kalamullah selaku Wakil Ketua 2, H Karso selaku Ketua Komisi II DPRD Kota Cirebon, dan anggota dewan lainnya serta Drs Moh Arif Kurniawan ST selaku Pj Sekda Kota Cirebon,
Sementara pihak yang mengatasnamakan Masyarakat Kota Cirebon, diwakili Erris Januar selaku Ketua Paguyuban Pelangi dan Pelangi Bhakti Law Firm, dan Hetta Mahendrati Latumeten selaku Sekertaris Paguyuban Pelangi dan Pelangi Bhakti Law Firm, beserta masyarakat Kota Cirebon lainnya.
Hetta Mahendrati Latumeten mengatakan, bahwa permasalahan kenaikan PBB tersebut, menjadi bahan diskusi pihaknya dan beberapa pemerhati.
Selain itu, mereka juga mengikuti kegiatan sosialisasi kenaikan PBB yang diselenggarakan Sekretariat Daerah Pemerintah Kota Cirebon pada tanggal 26 April 2024 lalu.
Berdasarkan pemaparan, diskusi bersama pemateri dan peserta rembug, sosialisasi dan diskusi lanjutan setelahnya, pihaknya dapat mengambil beberapa kesimpulan.
Yang pertama, kenaikan nilai PBB untuk 2024 dibanding 2023 berdasarkan laporan sebagian masyarakat, mencapai di atas 150 persen bahkan ada yang mencapai lebih. "Hal tersebut membuat masyarakat terkaget, marah, resah, mengeluh dan menganggap pemerintah telah menyakiti mereka," kata Hetta di hadapan para anggota dewan.
Karena menurutnya, saat ini masyarakat sedang berupaya untuk mengembalikan kondisi ekonomi mereka yang mengalami kerugian lebih dari 3 tahun.
Kedua, kenaikan PBB tersebut dipicu dari adanya perubahan UU No. 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UUHKPD) yang ditindaklanjuti dengan pembuatan PERDA No. 1 tahun 2024 dan peraturan pelaksanaannya.
Hal tersebut dimanfaatkan Pemkot dan DPRD sebagai upaya meningkatkan Penghasilan Asli Daerah (PAD) yang nyatanya masih sangat kecil.
Menaikkan PAD dengan berfokus pada menaikkan nilai PBB, adalah pilihan yang kurang bijak, karena artinya membebani masyarakat, manambah susah masyarakat.
"Semestinya Pemkot menempuh cara-cara lain yang lebih kreatif untuk meningkatan PAD-nya, ketimbang membuat kegaduhan dan kesulitan di masyarakat, misalnya ada BUMD, lahan parkir, retribusi resto hotel dan lain sebagainya," ungkap Hetta.
Yang ketiga, selain motif meningkatkan PAD, patut diduga upaya menaikkan PBB juga karena adanya pertimbangan pemberian insentif pemungutan pajak dan retribusi terhadap pencapaian kinerja tertentu.
Ketua DPRD Kota Cirebon Ruli Tri Lesmana mengatakan, membuat kebijakan kenaikan pajak dan pendapatan daerah merupakan tugas Anggota DPRD Kota Cirebon Komisi II. Namun untuk kebijakan kenaikan pajak peraturan daerah per wali dalam meningkatkan pendapatan daerah melalui pajak PBB.
Anggota dewan sebutnya, tidak mencantumkan presentase besarnya kenaikan pajak PBB, semua adalah kebijakan wali kota.
Sementara Pj Sekda Kota Cirebon Drs Moh Arif Kurniawan mengatakan, kebijakan kenaikan tarif pajak sudah menjadi kebijakan dari pemerintah provinsi dan pemerintah pusat. Apalagi, kata dia, tarif pajak di Kota Cirebon sudah lama tidak dilakukan perubahan tarif.
"Betul memang diakui bahwa PBB kita dari sejak 2014 sudah tidak ada lagi kenaikan. Bahkan, tiga tahun sekali terakhir baru ada kenikan itupun sebelum covid," ucap Arif. n Agus Yulianto