Jogregan

Pornografi, Kecabulan, dan Pedofelia Masuk ke Kurikulum Sastra, Kemendikbudristek Dinilai Ceroboh

Illiza Sa’aduddin Djamal, Anggota DPR RI F-PPP Komisi X. (Dok. Istimewa) 
Illiza Sa’aduddin Djamal, Anggota DPR RI F-PPP Komisi X. (Dok. Istimewa)

MATAPANTURA.REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Sastra adalah bagian budaya bangsa dan dengan sastra akan terbangun pendidikan moral, kepribadian yangg sesuai dengan yang dianut oleh Ke-Indonesia Kita yang bersentuhan Pancasila. Namun, hal ini menjadi kegaduhan, setelah urusan UKT maka muncullah permasalahan buku panduan sastra yang mengandung pornografi , kecabulan, dan pedofelia masuk dalam panduan kurikulum sastra.

"Kami mengapresiasi keinginan peningkatan literasi dengan upaya adalah memasukkan sastra dalam kurikulum. Namun, saat ini, ramai menjadi perbincangan buku panduan sastra mengandung isi yang tidak baik, dan Kemendikbudristek dinilai ceroboh," kata Illiza Sa’aduddin Djamal, Anggota DPR RI F-PPP Komisi X dalam keterangannya, Kamis (30/5/2024).

Hal ini, ucap dia, membuktikan rendahnya budaya literasi, yang harusnya melihat dari banyak sisi yang menjadikan kontes tersebut dapat menjadi bahan literasi sastra yang peruntukannya/usernya adalah para peserta didik wajib belajar 12 tahun.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

"Yang secara psikologi, harus mendapatkan sumber literasi yang mampu mengedepankan semangat sesuai dengan tujuan dari pendidikan nasional Indonesia," tegasnya.

Meskipun, kata Illiza, sudah ada warning dalam unduhan e book tersebut, tapi tidak akan bisa menjamin transfer kepribadian dalam buku itu dapat di filter oleh tenaga pendidik/guru sebagai pengampu dalam majelis bahasa Indonesia atau mapel lainnya yg ada keterkaitan dngan kontes e book sastra tersebut.

"Oleh karena itu, wijiblah kiranya lingkungan Kemendikbudristek mengantisipasi sebelumnya. Dan hal ini, seharusnya tidak boleh terjadi," kata dia.

Dan pihak-pihak yang terlibat dalam menyusun panduan kurikulum sastra ini, tegas dia, seharusnya bisa menempatkan mana buku sastra yang sesuai untuk anak-anak sekolah sesuai tingkatan.

"Saya menyayangkan hal ini terjadi dimana kita semua sedang berjuang untuk memperbaiki akhlak generasi bangsa malahan Kemendikbudristek, mengeluarkan kebijakan yang dapat merusak akhlak penerus generasi bangsa Indonesia," ucap dia.

Harusnya, karya-karya kesusastraan lama dapat menjadi pintu masuk lebih dahulu dalam penanaman nilai nilai kepribadian dengan memberikan penugasan dapat meresensi karya-karya sastra lama dan mendalami kondisi yang terjadi dalam karya tersebut dengan membandingkan dan melihat kondisi sekarang.

"Oleh karena itu, dalam hal ini saya memintak Kemendikbudristek untuk merevisi buku panduan sastra yang menjadi rujukan kurikulum tersebut, agar sastra dapat menjadi titik pangkal dalam membangun peradaban dengan kepribadian yg tidak meninggalkan akar budaya kesopanan dan kesantunan Indonesia," tegas Illiza. n Agus Yulianto