Soal Pernyataan Kapolri, Poengky: Tak Pengaruhi Putusan Inkrah Kasus Kematian Vina Cirebon
MATAPANTURA.REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolri Listiyo Sigit Prabowo ikut bicara terkait kasus pembunuhan sepasang kekasih Vina dan Eky di Cirebon. Sayangnya, pernyataan Kapolri tentang penyidikan kasus kematian sepasang kekasih yang menyebut tak berbasis pada science crime investigation, dinilai tak memengaruhi keputusan dan proses hukum yang sedang berjalan saat ini.
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengatakan, kasus yang kini dalam penyidikan lanjutan Polda Jawa Barat (Jabar) itu tetap berbasis pada pemenuhan alat-alat bukti yang sudah sahih diuji pengadilan.
“Hal tersebut (tidak berbasis science crime investigation) tidak memengaruhi kelengkapan berkas, karena toh alat-alat buktinya sudah ada, dan kasusnya sudah disidangkan,” begitu kata Komisioner Kompolnas Poengky Indarti, Ahad (23/6/2024).
Dan dari yang sudah disidangkan itu, kata dia, sudah mendapatkan putusan dari majelis hakim sampai tingkat kasasi, dan sudah inkrah atau berkekuatan hukum tetap.
Menurut Poengky, pernyataan Kapolri tentang science crime investigation tersebut, sebetulnya cuma penguatan teknis dalam proses penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian saja. Science crime investigation tersebut, kata Poengky, hanya metode ataupun sarana keilmuan yang membantu penyidik kepolisian dalam pengusutan, ataupun perumusan suatu peristiwa tindak pidana.
"Metode modern berbasis sains dan ilmiah tersebut, memang lebih dapat menguatkan pembuktian oleh penyidik atas satu peristiwa tindak pidana," katanya.
Namun, Poengky menegaskan, penyidikan science crime investigation tersebut, tak ada kaitannya dengan prasyarat dalam keabsahan suatu pembuktian tindak pidana. Karena itu, jika suatu penyidikan peristiwa pidana tak berbasiskan pada penyidikan science crime investigation, bukan berarti bukti-bukti yang telah didapat oleh penyidik dari hasil penyidikannya, menjadi gugur, dan tak meyakinkan.
“Dalam KUHAP, yang paling penting itu adalah lengkapnya alat bukti, yang terdiri dari keterangan saksi, tersedianya bukti-bukti, keterangan ahli, dan keterangan terdakwa,” tegas Poengky.
Kata Poengky, meskipun alat-alat bukti yang diajukan penyidik kepada JPU tak berbasis pada penyidikan science crime investigation. Namun, apabila JPU memandang alat-alat bukti dari penyidik sudah terpenuhi, tetap saja, berkas perkara tersebut akan berlanjut ke persidangan.
Oleh karena itu, dalam kasus kematian Vina dan Eki ini, sudah disidangkan, dan sudah berkekuatan hukum tetap. "Maka berarti, alat-alat buktinya selama ini sudah lengkap dan sah. Jika tidak lengkap, dan tidak sah, tidak mungkin bisa disidangkan,” kata Poengky.
Sebelumnya, Kapolri Listyo Sigit Prabowo mengakui, pengusutan awal kasus kematian Vina dan Eki 2016 tak didasari pada penyidikan yang berbasis scientific crime investigation. Hal tersebut, menurut Sigit, akhirnya memunculkan persepsi negatif atas hasil penyidikan lanjutan kasus yang kini ditangani oleh Polda Jabar tersebut.
“Pada kasus pembunuhan Vina dan Eki, pembuktian awal (2016) tidak didukung dengan scientific crime investigation. Sehingga, timbul isu persepsi negatif, terdakwa mengaku diintimidasi, terjadi korban salah tangkap, dan penghapusan dua DPO, yang dianggap tidak profesional,” kata Sigit dalam amanat yang dibacakan Wakapolri Komjen Agus Andrianto, di PTIK, Jakarta, Kamis (20/6/2024).
Pernyataan Kapolri tersebut, disampaikan satu hari setelah Polda Jabar, pada Rabu (19/6/2024) melimpahkan berkas perkara penyidikan lanjutan atas tersangka Pegi Setiawan alias Pegi Perong ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar. Pegi Perong adalah salah-satu dari tiga tersangka, yang selama delapan tahun menjadi DPO alias buronan terkait kasus kematian Vina dan Eki pada 2016.
Polda Jabar baru menangkap Pegi Perong di Bandung, pada Mei 2024, beberapa pekan setelah kasus kematian Vina dan Eki tersebut kembali terekspos ke publik. n Agus Yulianto