Libatkan 4.049 Anak, 130 Ribu Transaksi Prostitusi Anak, PPATK: Nilainya Rp 127 Miliar
MAMTAPANTURA.REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Praktik prostitusi di kalangan anak-anak berusia di bawah 18 tahun, kian mengkhawatirkan. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan, ratusan ribu dugaan transaksi mencurigakan terkait prostitusi anak.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, bahwa dugaan transaksi terkait prostitusi anak melibatkan 24.049 anak usia di bawah 18 tahun. "Transaksinya itu patut diduga secara kuat terkait dengan prostitusi lalu kemudian ada pornografi juga."
"Nah, ada 130.000 transaksi, angkanya mencapai Rp 127 miliar," ujar Ivan Yustiavandana dalam konferensi pers, Jumat (26/7/2024).
Dari data-data tersebut, kata Ivan, bisa menjadi pembahasan bersama Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk ditangani secara serius. Pihaknya bertekad untuk melakukan yang terbaik guna menjaga anak dan perempuan di Indonesia.
Diketahui, dalam dua tahun terakhir berdasarkan hasil analisis terkait dengan pornografi ini angka transaksinya Rp 4,9 miliar, atau hampir Rp 5 miliar perputaran transaksi.
Ketua KPAI Ai Maryati mengatakan, sejak 2021-2023 ada 481 kasus yang teradukan, tetapi itu masih gunung es saja. Adapun anak korban eksploitasi dan perdagangan anak dalam kurun waktu yang sama ada 431 kasus.
"Jadi, kalau kita total hampir 900 anak yang masuk dalam situasi dan kondisi eksploitasi serta childres sexual abuse material atau pornografi," kata Ai Maryati.
Beberapa permasalahan yang menimpa anak bangsa Indonesia dalam pengakuan ke KPAI di antaranya terjadi karena, adanya sejumlah fenomena tindak pidana TPPO yang menyasar anak melalui online dengan bentuk eksploitasi seksual dan ekonomi serta pornografi dan cyber crime lainnya.
Kedua, adanya jual beli konten pornografi anak yang dikendalikan orang dewasa serta melibatkan anak melalui pembayaran uang digital dan perbankan.
Ketiga, adanya sejumlah kasus yang sulit diselesaikan akibat profitnya duga atas prioritasi anak menggunakan tindak pencucian uang dan minimnya perspektif follow the money dalam tindak kejahatan.
Keempat, adanya kecenderungan penggunaan transaksi hasil jual beli eksploitasi dan pornografinya menggunakan penyedia jasa keuangan digital seperti e-wallet, e-money dan lainnya yang memudahkan tipu daya menggunakan anak.
"Terakhir adanya kecenderungan tindakan jual beli konten pornografi dan eksploitasi online menggunakan jasa perbankan dengan mata uang rupiah, USD atau euro," ungkapnya. n Agus Yulianto
prostitusi, prostitusi anak, anak 10-18 tahun, jual beli ekspoiltasi, transaksi prostitusi anak, ppatk,