Jogregan

ICMI : Perubahan UU Parpol Harus Diikuti Perubahan UU Pemilu

Wakil Ketua Umum ICMI Andi Anzhar Cakra Wijaya. (Dok. Matapantura.republika.co.id)
Wakil Ketua Umum ICMI Andi Anzhar Cakra Wijaya. (Dok. Matapantura.republika.co.id)

MATAPANTURA.REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) menegaskan bahwa jika akan dilakukan perubahan undang-undang partai politik, maka harus juga diikuti dengan perubahan undang-undang pemilu.

”Perubahan Undang-Undang Partai Politik juga harus diikuti perubahan Undang-Undang Pemilu. Tidak mungkin kalau pemain diatur tapi cara bermainnya tidak diatur, jadi harus seimbang,” demikian dikatakan Wakil Ketua Umum ICMI Andi Anzhar Cakra Wijaya dalam siaran tertulisnya kepada media pada Rabu (31/7/2024) di Jakarta.

Menurut Andi Anzhar, saat membahas tentang reformulasi regulasi kepartaian, maka hal itu saling terkait dengan Undang-Undang Pemilu dan itu juga pernah saya sampaikan dalam Webinar Nasional Lembaga

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Bantuan Hukum ICMI (LBH ICMI) bertajuk ”Reformulasi Regulasi Kepartaian untuk Penguatan Sistem Demokrasi dan Kedaulatan Rakyat”, pada Jumat, 26 Juli 2024 lalu.

"Hal ini penting, salah satunya, untuk mendukung kehadiran tokoh-tokoh parpol yang idealis, dan cemerlang. Karena, selama ini, ketika mereka ingin turun ke gelanggang pemilu, selalu dihadapkan biaya politik yang sangat mahal," ungkap Andi Anzhar yang pernah menjabat sebagai Anggota DPR RI (2009 -2014).

Senada dengan Waketum ICMI, Direktur Lembaga Bantuan Hukum ICMI (LBH ICMI) Yulianto Syahyu memaparkan perlunya pembenahan Undang-Undang kepartaian. Bahwa paket Undang-Undang Perpolitikan perlu dievaluasi, dan yang paling mendasar adalah regulasi kepartaian.

”Sebelum melanjutkan langkah kita ke regulasi Pemilu, kita perlu membenahi Undang-Undang Kepartaian. Sehingga orang berpartai dengan ideologi, tidak dengan oportunis,” sebutnya.

Dengan reformulasi undang-undang kepartaian, lanjut Yulianto, diharapkan antara partai dengan kader memiliki keterkaitan yang erat.

”Dengan reformulasi undang-undang kepartaian, diharapkan antara partai dengan kader itu nyambung. Antara partai dengan calon eksekutif dan legislatif itu nyambung. Ini partai di mana, kadernya siapa. Lalu yang jadi calon legislatif, dan eksekutif entah siapa,” bebernya.

Yulianto mengusulkan, dalam reformulasi regulasi kepartaian, termasuk menyebutkan untuk calon eksekutif dan legislatif itu harus kader partai. Misal, untuk calon bupati atau anggota DPR, minimal 5 tahun kader partai.

Untuk calon gubernur, minimal 10 tahun kader partai. Untuk calon presiden, minimal 15 tahun kader partai. Jadi, ketika kadernya bermasalah, partai juga ikut bertanggung jawab.

”Sehingga kita tidak melihat lagi, seseorang dari pemilu ke pemilu, sekarang di partai A, di pemilu mendatang di partai C. Dia habiskan uang untuk membayar partai. Setelah menjadi anggota legislatif, dan pejabat eksekutif, dia akan keluar modal. Yang rugi siapa? Yang rugi akhirnya rakyat,” jelasnya.

Untuk itu, Andi Anzhar mengusulkan, perlu adanya kesepakatan Undang-Undang Partai bundling dengan Undang-Undang Pemilu. Andi membagikan pengalaman saat dirinya menjabat sebagai Wakil Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI. Ketika dirinya bersama tim melakukan studi terhadap sistem politik, dan sistem pemilu di Singapura.

"Di Singapura, kalau orang ingin maju menjadi anggota parlemen, mereka harus melaporkan Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang akan dihabiskan dalam kampanye. Jika saat kampanye, panwas mendapati caleg memberikan sesuatu kepada pemilih, nama yang bersangkutan langsung dicoret dari daftar calon anggota legislative", ungkap Andi Anzhar.

Menurutnya, reformulasi regulasi kepartaian dibutuhkan guna menjawab pertanyaan-pertanyaan lazim kader partai, lanjut Andi Anzhar. Pertama, kapankah kesempatan kader menjadi pimpinan di partai politik di masing-masing tingkatan? Kedua, kapankah kesempatan kader menjadi anggota legislatif, yudikatif, dan eksekutif?

Kemudian, reformulasi regulasi kepartaian diperlukan, karena ada hal yang tidak diatur dalam partai. Misal, berapa lama orang bisa menduduki jabatan sebagai ketua. Dengan adanya pembatasan itu membuat orang menjadi bergairah dalam berpolitik. Sebagai pendidikan politik, masyarakat perlu mengetahui, kalau kita berjuang di partai artinya kita berkesempatan mengubah kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam Webinar tersebut yang dibuka Ketua Umum ICMI Arif Satria dengan menghadirkan pembicara kunci Senator RI/ Ketua Dewan Penasihat ICMI Pusat Jimly Asshiddiqie. Webinar juga menghadirkan narasumber Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR-RI (2010-2012), (2012-2014)/ Wakil Ketua Umum ICMI Mohammad Jafar Hafsah, dan Anggota DPR RI Terpilih (2024-2029)/ Sekretaris Jenderal ICMI Andi Yuliani Paris. Webinar LBH ICMI dimoderatori Ketua Koordinasi MPP ICMI Hery Margono.

ICMI akan selalu hadir untuk memberikan solusi dan kontribusi terbaik bagi bangsa Indonesia. ICMI yang berlandaskan ke-Islaman dan ke-Indonesiaan berbasis kecendekiaan akan selalu berperan aktif mendorong kebaikan untuk bangsa dan negara.* (IS)

Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi Media Center ICMI di WA 0813 180 100 26 (Imam Santoso) atau email ke humas@icmi.id dan jangan lupa untuk mengakses website kami di www.icmi. n Agus Yulianto