Jogregan

Saksi Kasus Vina Cirbeon Sebut Peristiwa Kasus Vina Cirebon Penuh Kejanggalan

Sidang perdana PK yang diajukan oleh enam terpidana kasus Vina digelar di Pengadilan Negeri Cirebon. (Dok. Republika)

MATAPANTURA.REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON - Sidang lanjutan perkara peninjauan kembali (PK) kasus Vina Cirebon, kembali digelar di PN Kota Cirebon. Dalam sidang kali ini, kembali terungkap bahwa kasus Vina bukan karena pembunuhan, tapi kecelakaan tunggal.

Dalam sidang PK kali ini, tim pengacara pihak pemohon menghadirkan Dedi Mulyadi menjadi saksi dalam lanjutan sidang PK (Peninjauan Kembali) enam terpidana kasus Vina Cirebon.

Dedi Mulyadi menjadi saksi pertama sebagai saksi testimonium de audito sebagai tokoh masyarakat menyatakan, bahwa kasus Vina Cirebon bukan pembunuhan, apalagi pemerkosaan.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

"Hasil penelusuran saya selama ini, dengan menemui para saksi, keluarga korban dan logika akal sehat, ini adalah peristiwa kecelakaan. Dukan pembunuhan apalagi pemerkosaan," ungkap Dedi.

Karenanya, dia mengatakan, seluruh rangkaian kasus Vina Cirebon, penuh kejanggalan. Dari mulai penangkapan, penahanan, penyidikan, penuntutan sampai pada putusan hakim.

"Seluruh proses kasus Vina Cirebon penuh kejanggalan. Dari awal penangkapan, penahanan, penyidikan, penuntutan sampai putusan," tutur Dedi Mulyadi.

Dengan logika sederhana, tutur Dedi Mulyadi, sangat janggal. Peristiwa ini berawal dari orang kesurupan, lalu diduga kuat dijadikan dasar untuk penanganan kepolisian sampai pada penangkapan, penahanan sampai penyidikan terhadap delapan terpidana.

Dedi pun bercerita terkait penulusurannya itu kepada majelis hakim, Itu, kata dia, berawal dari kesurupan Linda, lalu bertemu dendam Aep karena pernah digerebeg saat bawa perempuan, bertemu lagi dengan Rudiana yang sedih karena kehilangan anaknya. "Ini semua membuat logika terabaikan," ucapnya.

Dia menyebutkan, bagaimana penangkapan dilakukan hanya berdasarkan kesaksian sepihak Aep yang saat diperiksa di lapangan. Kata dia, hal itu juga tidak masuk akal.

"Saya menelusuri ke lapangan. Sangat tidak mungkin, dalam jarak 50 meter malam hari dan gelap, Aep bisa melihat dengan jelas rinci pelemparan, hapal sepeda motor, hapal wajah pelaku. Padahal kondisi malam hari dan gelap," ungkap dia.

Kasus penangkapan juga sangat janggal. Dilakukan oleh orang yang memiliki relasi kuasa dan subyektif karena Rudiana merupakan ayah dari korban Eky. Ini, kata Dedi, bukan kasus tangkap tangan.

"Tidak ada proses penyidikan yang benar. Pelapor juga sebagai penangkap. Lalu penetapan tersangka tidak ada bukti ilmiah. Tidak ada CCTV, sidik jari sampai pada masalah sperman yang tanpa ada uji DNA," paparnya.

Terungkap juga bahwa proses penyidikan dalam kasus Vina Cirebon sampai pada penangkapan delapan terpidana, hanya berdasarkan pada "mistik crime investigation", bukan berdasarkan science crime investigation, karena ada orang yang kesurupan.

"Dalam kasus Vina Cirebon ini, tidak hanya seratus persen atau seribu persen, sejuta persen saya percaya peristiwa ini kecelakaan tunggal, dan mereka bukan pembunuh dan pemerkosa," tegas Dedi.

Dari hasil penelusurannya itu, dia kemudian terdorong hatinya untuk melakukan advokasi terhadap kasus Vina Cirebon dengan target membebaskan para terpidana.

Menurutnya, kasus ini bukan hanya kasus hukum, tapi kasus sosial dan kasus kemanusiaan. Itu yang kemudian menjadi alasan dirinya menjadi saksi dalam sidang PK ini.

"Saya tergerak melihat delapan terpidana yang menurut keyakinan saya tidak bersalah, harus menanggung siksaan dihukum seumur hidup," tutur Dedi.

Mengakhiri kesaksiannya, hakim memberi kesempatan Dedi Mulyadi memeluk satu per satu dari enam terpidana kasus Vina Cirebon yang juga selalu hadir di sidang PK di PN Kota Cirebon. n Agus Yulianto