Seperti Roro Jonggrang, Nyi Mas Ratu Junti Juga Ajukan Syarat Dalam Semalam Bagi Dampu Awang
MATAPANTURA -- Syahdan ratusan tahun lalu, datanglah sebuah kapal dari negeri Tiongkok ke pesisir Junti, Kabupaten Indramayu. Kapal tersebut dipimpin oleh saudagar kaya raya bernama Dampu Awang. Kapal tersebut berlabuh di pesisir Junti, yang merupakan permukiman yang ramai penduduk.
Pesisir Junti dipimpin oleh Ki Gedeng Junti, yang memiliki putri cantik jelita bernama Nyi Mas Ratu Junti. Melihat kecantikan Nyi Mas Ratu Junti, Dampu Awang langsung jatuh cinta. Dia pun melamar sang putri untuk dijadikan istrinya.
Namun, cinta Dampu Awang ternyata bertepuk sebelah tangan. Lamaran Dampu Awang untuk memperistri Nyi Mas Ratu Junti ditolak meski dengan halus. Caranya, Dampu Awang diberikan syarat yang sulit dipenuhi.
Dampu Awang harus mampu menebang pohon bambu kecil (yang dikenal warga setempat dengan istilah pring ori), dalam waktu semalam. Pring ori itu tumbuh lebat memagari pekarangan rumah Ki Gedeng Junti.
Dampu Awang yang merasa tidak mungkin memenuhi syarat itu dalam waktu semalam, akhirnya melancarkan taktik. Dia mengumpulkan warga dan menaburkan emas picis dunya brana di antara pring ori di pekaranagn rumah Ki Gedeng Junti. Warga diperbolehkan mengambil koin emas itu dengan cara membabat pring ori tersebut.
Taktik Dampu Awang hampir berhasil. Namun, Nyi Mas Ratu Junti dan ayahnya menilai hal yang dilakukan Dampu Awang sebagai bentuk kecurangan. Karena itu, dia bergegas mengibarkan selendang putihnya sebagai tanda fajar menyingsing.
Menyaksikan hal itu, Dampu Awang murka dan langsung mengejar Nyi Mas Ratu Junti yang melarikan diri. Dalam pelariannya itu, Nyi Mas Ratu Junti sampai di sebuah lokasi yang terdapat pohon yang mencuat hingga lokasi itu dikenal sebagai Desa Juntinyuat.
Setelah itu, Nyi Mas Ratu Junti berlari dengan melewati kebun hingga lokasi itu dinamakan Desa Juntikebon. Sang putri kemudian berlari melewati lahan berpasir, yang dalam bahasa setempat disebut wedi atau weden, sehingga dinamakan Desa Juntiweden. Setelah itu, pelariannya melewati sebuah telaga atau kedokan, sehingga lokasinya dinamakan Desa Juntikedokan.
Nyi Mas Ratu Junti terus berlari dan meminta perlindungan Syeh Bentong, seorang wali di Kesenden Cirebon. Dampu Awang tetap mengejar dan bentrok dengan Syeh Bentong. Dampu Awang kalah dan Nyi Mas Ratu Junti selanjutnya menikah dengan Syeh Bentong. Setelah pernikahan itu, rakyat Junti selanjutnya memeluk agama Islam mengikuti ajaran Syeh Bentong.
Sejarawan Indramayu, Supali Kasim, dalam bukunya ‘Menapak Jejak Sejarah Indramayu’ menilai, kronologi dalam cerita babad seperti itu memang terjadi di mana-mana.
''Cerita dengan tema cinta ditolak, strategi menolak lamaran secara halus, dan waktu semalam sebagai syarat lamaran diterima, juga ditemukan pada cerita lainnya,'' kata Supali.
Seperti misalnya, legenda Sangkuriang – Dayang Sumbi, yang mensyaratkan pembuatan perahu dalam semalam. Begitu pula Roro Jonggrang, yang minta dibuatkan seribu candi dalam waktu semalam.
Legenda kisah cinta Dampu Awang dan lahirnya nama desa-desa di Kecamatan Juntinyuat itu terus hidup di tengah masyarakat Indramayu. Kisah itu bahkan pernah ditampilkan dalam sendratari Dampu Awang Tandang Katresnan, yang digelar sebagai rangkaian HUT Kabupaten Indramayu ke-491, di Alun-alun Indramayu, pada Oktober 2018 silam. (Lilis Sri Handayani)