Jogregan

PLTA Bengkok Warisan Sejarah di Hulu Sungai Cikapundung Bandung

Petugas memeriksa pipa saluran air di Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Bengkok, Bandung, Jawa Barat. (Dok. Republika/Antara
Petugas memeriksa pipa saluran air di Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Bengkok, Bandung, Jawa Barat. (Dok. Republika/Antara

BANDUNG -- Jika kita melintas di kawasan Dago, Kota Bandung, maka bisa ditemui pemandangan berupa pipa besar yang memanjang berwarna kuning. Pipa yang menjalar dari atas pegunungan di hulu Sungai Cikapundung hingga Cimenyan itu berfungsi mengalirkan air.

Ya, PT (PErsero) Perusahaan Listrik Negara (PLN) memanfaatkan sumber mata air Sungai Cikapundung itu, untuk menggerakan turbin Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Bengkok yang berada Jl. Sukaremi, Ciumbuleuit, Kecamatan Cidadap, Kota Bandung.

Mulanya, air baku dari Sungai Cikapundung dengan kapasitas sebesar 3,025 meter kubik per detik itu, dibendung dan ditampung di Bendungan Bantarkawi. Dari lokasi ini, aliran air itu kemudian disalurkan melalui pipa hingga ke sebuah bangunan tua peninggalan Belanda di daerah Ciumbuleuit.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Bangunan dengan arsitektur bergaya kolonial ini merupakan salah satu pembangkit pertama yang dibangun Belanda untuk menerangi Kota Bandung. Dari luar, bangunan tersebut tampak seperti rumah-rumah pembesar Belanda zaman dulu, dengan pintu dan daun jendela tinggi, serta tembok berlapis batu bercat hitam.

"Bandung zaman Belanda dijuluki Kota Paris van Java yang gemerlap saat malam. Listriknya ya dari sini pertama kali," kata Supervisor Operasi dan Pemeliharaan PLTA Bengkok Sub Unit UP Saguling, Rochmat, ditemui di Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Bengkok, Jumat (29/11).

Bandung pada akhir abad ke-19 masih jadi kota yang gelap gulita pada malam harinya. Hanya gedung pemerintah dan rumah-rumah milik warga Eropa yang sudah menggunakan penerangan terbatas dari lampu gas yang kala itu disalurkan dari Kiaracondong.

Seiring berkembangnya listrik dari pembangkit air, pemerintahan Kolonial Belanda mulai membangun PLTA. Hal itu dilakukan Belanda dengan membangun PLTA Pakar atau Waterkracht Werk Pakar aan de Tjikapoendoeng Nabji Dago pada tahun 1906. Namun lantaran kapasitasnya terlalu kecil, PLTA Pakar dibongkar dan dibuat pembangkit baru yang lebih besar, yakni Centrale Bengkok atau PLTA Bengkok pada 1923.

Tiga turbin generator buatan General Electric PLTA Bengkok bergantian beroperasi setiap harinya dengan masing-masing berkapasitas 1.05 MW (3x1.05 MW). Air baku dari sebesar 3,025 meter kubik per detik berasal dari Kali Cikapundung yang dibendung dan ditampung di Bendungan Bantarkawi.

Air dari bendungan ini kemudian disalurkan ke kolam pengendap, sebelum kemudian masuk ke kolam tampung berkapasitas 30 ribu meter kubik. Dari kolam tandon harian ini, air dialirkan lewat pipa pesat sepanjang 870 meter dari ketinggian lereng 102 meter ke 3 turbin di dalam rumah tua yang dijadikan power house. Pipa pesat ini dikenal warga sekitar sebagai pipa raksasa.

"Air yang dibendung di Kali Cikampundung kita gunakan untuk menggerakan turbin secara bergantian. Kalau tiga turbin beroperasi sekaligus, airnya tidak cukup karena sedang musim kemarau. Semakin banyak air yang masuk, semakin lama operasi turbinnya," jelas Rochmat.