Menghidupkan Kembali 'Ruh' Cimanuk Tempo Dulu, Pelabuhan Terbesar Kedua Setelah Sunda Kelapa

Wisata  
Warga menaiki perahu hias saat mengikuti Tradisi Nadran (pesta laut) di Sungai Cimanuk, Indramayu, Jawa Barat. (Foto: Antara)
Warga menaiki perahu hias saat mengikuti Tradisi Nadran (pesta laut) di Sungai Cimanuk, Indramayu, Jawa Barat. (Foto: Antara)

INDRAMAYU -- Sungai Cimanuk, merupakan salah satu sungai terpanjang yang terdapat di Provinsi Jawa Barat. Air sungai ini mengalir dari hulu yang berada di sekitar Garut, kemudian melawati Sumedang, Majalengka hingga berakhir ke hilir di Kabupaten Indramayu.

Ya, Sungai Cimanuk merupakan salah satu ikon kota Indramayu. Sebagaimana fungsi umum sebuah sungai, yakni sumber kehidupan: air untuk kebutuhan rumah tangga, air untuk pesawahan, air untuk ladang dan kebun, air untuk perikanan darat, dan fungsi sungai saat musim hujan. Namun, Cimanuk ternyata juga menyimpan jejak sejarah yang sangat panjang.

Dulu, Cimanuk merupakan nama pelabuhan. Pengelana Portugis, Tome Pires (1513) mencatatnya sebagai pelabuhan kedua terbesar setelah Sunda Kelapa. Pelabuhan lainnya adalah Bantam (Banten), Pontang (Pomdam), Cheguide (Cigede), Tamgaram (Tangerang), dan Calapa (Kelapa).

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Peta pulau Jawa dalam buku Da Asia, Decada IV (Barros, ed. Joao Baptista Lavanha: 1615) memaparkan, Sungai Cimanuk (Chiamo atau Chenano) memisahkan wilayah Sunda dengan Jawa. Sungai Cimanuk merupakan batas di antara kedua kerajaan, Sunda dan Majapahit.

"Jejak pelabuhan itu kini nyaris tidak diketemukan lagi, selain beberapa elemen-elemen kecil semacam patok-patok besi tempat menambatkan kapal-kapal yang berlabuh," ujar pemerhati budaya Indramayu, Supali Kasim.

Hal itu, ucap dia, mengingatkan betapa pentingnya peran Pelabuhan Cimanuk hingga abad ke-16. Selain, bagaimana terjadinya nama-nama desa di sekitarnya, juga adanya akulturasi yang terjadi antara pedagang Arab dan Cina, kemudian pengaruh dari Eropa terhadap masyarakat pribumi yang berbahasa Jawa-Indramayu di sekitar wilayah yang kini bernama Indramayu.

Pada masa itu, ungkap Supali, badan Sungai Cimanuk cukup lebar sehingga dapat dilalui kapal dari lepas pantai hingga menuju pusat kota di Desa Dermayu. Lokasi pelabuhan diperkirakan terletak di sebuah wilayah, yang kini bernama Kecamatan Pasekan. Jejak yang cukup penting antara lain beberapa desa yang namanya merujuk pada istilah pelabuhan.

Di wilayah ini, terdapat empat desa yang merujuk pada aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan pelabuhan. Desa Pabean (kini menjadi Desa Pabean Ilir, Kecamatan Pasekan, dan Desa Pabean Udik Kecamatan Indramayu) berasal dari kata 'bea' yang berarti pajak atau cukai. Desa Pagirikan (Kecamatan Pasekan) berasal dari kata 'girik' yang merujuk pada surat izin keluar masuk daerah pelabuhan.

Desa Pasekan (Kecamatan Pasekan) berasal dari 'pasek' yang berarti penyimpanan barang bongkar muat kapal. Maraknya kegiatan pelabuhan meluas hingga Desa Paoman (kini Kelurahan Paoman Kecamatan Indramayu). Paoman berasal dari kata 'omah' lalu menjadi pa-omah-an, yang merupakan perumahan para pegawai pelabuhan.

Beberapa situs juga berada di sekitar Cimanuk. Makam Pangeran Guru (Aria Dilla atau Aria Damar) berada di sekitar tepian Sungai Cimanuk, yakni di Desa Dermayu, Kecamatan Sindang. Di makam tersebut terdapat lambang regalia 'Surya Majapahit', sebab Aria Damar merupakan keturunan Bupati Palembang, keturunan Majapahit (Brawijaya V). Makam Arya Wiralodra, pendiri Indramayu yang berasal dari Bagelen Purworejo, di tepi barat Sungai Cimanuk atau Blok Krapyak, Desa Sindang, Kecamatan Sindang.

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image