Kesepakatan Damai dan Cium Kaki Ibu Akhiri Kasus Dugaan Bully Kakak Kelas SMA di Indramayu
Kesepakatan Damai dan Cium Kaki Ibu Akhiri Kasus Dugaan Bully Kakak Kelas SMA di Indramayu
INDRAMAYU – Kasus dugaan bullying yang dialami seorang siswa oleh kakak kelasnya di SMAN 1 Losarang, Kabupaten Indramayu, berakhir dengan kesepakatan damai di antara kedua belah pihak. Para pelaku pun sungkem dan meminta maaf kepada orang tua masing-masing.
Kesepakatan itu merupakan hasil dari mediasi antara orang tua korban dan pelaku, yang difasilitasi oleh pihak sekolah dan kepolisian Polsek Losarang, Kamis (20/11/2025). Mediasi yang sempat berlangsung alot itu dilaksanakan di SMAN 1 Losarang.
“Ini berakhir damai, kedua belah pihak saling memaafkan. Dan mereka berjanji untuk tidak mengulangi lagi,” ujar Kepala SMAN 1 Losarang, Ade Sumantri.
Berdasarkan pantauan Republika, usai mediasi, sebanyak enam pelaku yang merupakan siswa kelas 11 dan kelas 12 terlihat hanya tertunduk saat dinasehati oleh kepala sekolah. Mereka berjanji untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut.
Para pelaku selanjutnya sungkem sambil menangis kepada orang tua masing-masing yang hadir di ruangan mediasi. Bahkan adapula pelaku yang sampai mencium kaki ibunya, yang juga terus menangis sambil mengelus punggung putranya.
Selanjutnya, para pelaku juga meminta maaf kepada kepala sekolah dan guru.
Ade menjelaskan, peristiwa itu terjadi di belakang sekolah pada Rabu (19/11/2025). Saat itu, dalam rangka memperingati Milad SMAN 1 Losarang, diadakan perlombaan yang diikuti oleh para guru dan siswa.
Namun, para siswa itu ternyata menyelinap ke belakang hingga terjadilah peristiwa tersebut. Korban yang merupakan siswa kelas 7 diketahui mengacungkan jari tengah sehingga membuat kakak-kakak kelasnya menjadi tersinggung.
Hal itu akhirnya memicu terjadinya peristiwa seperti dalam video berdurasi 18 detik yang beredar di media sosial. Dimana korban diikat kaki dan tangannya.
“Setelah terjadi ikatan itu juga yang bersangkutan (korban) tuh ngiket kembali, ngiket temannya. Tapi tidak tervideokan,” katanya.
Ade memastikan, tindakan yang dilakukan siswa-siswanya itu sebenarnya hanya gurauan. Namun dalam video yang beredar di media sosial, hanya menampilkan potongan adegan tanpa menunjukkan keseluruhan peristiwanya.
“Sebetulnya anak itu bergurau, tapi gurauannya terlalu. Namanya juga anak-anak, masih dalam tahap pembinaan,” tukasnya.
Dari hasil pemeriksaan, tidak ditemukan luka pada tubuh korban. Hal tersebut mengindikasikan tidak terjadinya kekerasan fisik terhadap korban dalam peristiwa itu.
Meski demikian, Ade tetap memberikan sanksi kepada keenam pelaku. Namun, sanksinya bersifat edukatif, yakni dengan menjadikan mereka sebagai duta anak baik sekolah.
“Saya yakin saat ini adalah titik balik mereka untuk menjadi anak yang baik. Makanya saya doktrin mereka untuk menjadi duta anak baik di sekolah. Mudah-mudahan bisa berhasil,” kata Ade.
Dengan dijadikan duta anak baik di sekolah, maka keenam siswa itu harus menjadi pelopor kegiatan – kegiatan baik di sekolah. Seperti misalnya untuk kegiatan kebersihan atau ibadah, maka mereka justru yang harus mendorong siswa-siswa lain untuk melakukannya.
Kapolsek Losarang, AKP Hendro Ruhanda, mengatakan, kasus tersebut saat ini telah terselesaikan dengan baik. Hal itu setelah pros mediasi yang dihadiri semua pihak yang terlibat.
“Alhamdulillah sudah terselesaikan dengan kesepakatan bersama dan kedua pihak sudah saling memaafkan,” tukas Hendro.
Sebelumnya, dalam video berdurasi 18 detik yang viral di media sosial, terlihat seorang siswa laki-laki kelas 7 dalam kondisi kedua tangan terikat ke belakang. Begitu pula kedua kakinya yang juga terikat, bahkan ikatannya dikaitkan ke kaki meja sehingga anak itu tidak bisa bergerak kemana-mana.
Bocah yang posisinya terjatuh diatas lantai itu terlihat meronta-ronta berusaha untuk bangun dan melepaskan diri. Namun, sejumlah siswa laki-laki lain yang berdiri di sekelilingnya malah menertawakan bocah tersebut.
Komarudin (41), ayah dari korban, mengaku baru mengetahui kejadian yang menimpa anaknya dari media sosial. Ia pun tidak terima anaknya diperlakukan seperti itu.
“Ya jelas gak terima anak digituin,” ujar Komarudin, saat ditemui di sela proses mediasi.
Komarudin berharap, peristiwa itu tidak terulang lagi dan menjadi pembelajaran kedepannya. Ia pun ingin anaknya bisa sekolah dengan tenang. (Lilis Sri Handayani)